Ariel NOAH: Kalau Lagi Tinggi Jangan Sombong, Kalau Rendah Jangan Memgemis
SAHABAT MLAYASIA - NOAH merupakan salah satu band terbesar di Tanah Air. Album-album mereka selalu menorehkan angka penjualan yang tinggi.
Barangkali masih lekat dalam ingatan ketika album Bintang di Surga (2005) laku sampai 2,7 juta keping—angka yang barangkali bakal sulit disamai oleh band atau penyanyi lokal mana pun.
Ariel, sang vokalis, menjadi tokoh sentral di balik sukses band ini. Dari tangannya lahir banyak lagu-lagu hit milik Peterpan atau Noah.
Ia yang menciptakan lagu “Mimpi yang Sempurna”, “Aku dan Bintang”, “Ada Apa Denganmu”, “Menghapus Jejakmu”, “Walau Habis Terang” dan banyak lagu populer lainnya.
Berkat kemampuannya dalam mengkreasi lagulah yang membuat Noah bisa menempati kasta tertinggi dalam kancah musik lokal.
Kegeniusannya dalam membuat lagu itulah yang membuat Tabloid Bintang Indonesia memasukannya dalam daftar 25 Ikon Industri Hiburan. Edisi 25 Ikon Industri Hiburan bisa dilihat di Tabloid Bintang Indonesia Edisi 1289.
Nah, berikut adalah potongan wawancara Tabloid Bintang Indonesia dengan Ariel seputar terpilihnya ia sebagai salah satu dari 25 Ikon Industri Hiburan.
Tabloid Bintang Indonesia menobatkan Anda sebagai salah satu dari 25 Ikon industri hiburan. Respons Anda?
Terima kasih banyak sudah dijadikan sebagai ikon industri hiburan Tanah Air
Anda disebut sebagai salah satu musisi genius Tanah Air. Terbukti dari banyaknya hit yang lahir dari tangan Anda. Adakah sebutan itu membebani Anda?
Di sebut genius, ya? Kalau dibilang membebani sih, enggak. Karena saya enggak merasa genius. Kalau saya genius mungkin merasa terbebani karena harus terus menghasilkan karya yang genius. Jadi, saya enggak merasa genius. Saya hanya senang bikin lagu dan ternyata banyak diterima (orang).
Anda juga disebut sebagai musisi yang sangat perfeksionis. Apakah mudah mempertahankan sikap seperti itu, apalagi di tengah-tengah industri musik yang makin pragmatis?
Kalau itu (perfeksionis), sih mungkin iya. Perfeksionis, tuh maksudnya begini: kalau pengin mengerjakan sesuatu jangan sampai tanggung-tanggung. Musti sesuai dengan visi awal, enggak turun kualitasnya dari mimpi yang pertama. Susah (mempertahankan sikap perfeksionis) kalau kebetulan bekerja dengan orang yang tidak satu visi. Kebetulan saya di Noah bertemu dengan musisi-musisi yang juga kepengen semuanya maksimal. Jadi enggak ada kesulitan di sana. Begitu ketemu sama label mungkin ada sedikit permasalahan, tapi bukan berarti karena mereka enggak perfeksionis tapi realistis. Cara pikirnya label, kan sangat berbeda dengan cara pikir musisi. Bukannya saya bilang jelek, memang itu fungsinya mereka. Sejauh ini, label kami sangat bisa berkompromi dengan apa yang kami (Noah) mau. Kami beruntung bisa berada di environment yang sesuai dengan cara kerja kami.
Apa momen terbesar dalam karier bermusik Anda? Kenapa hal itu menjadi penting bagi Anda?
Awal-awal karier, yang pasti. Ketika memutuskan membantu teman-teman Peterpan buat jadi home band di sebuah kafe. Menjadi penting, karena itu momen yang menentukan. Saya orangnya kadang-kadang suka malas ketemu orang banyak, malas sesuatu pada yang baru, apalagi pergaulan (baru). Pada saat disuruh audisi di kafe itu pun sebenarnya malas. Kalau rasa malas itu saya ikuti, mungkin psikologi saya akan terus seperti itu. Tapi setelah saya bikin satu keputusan berbeda, mau ikut audisi, di situ mulai terjadi perubahan.
Adakah keinginan atau obsesi bermusik yang sampai saat ini belum terwujud?
Masih banyak. Ini masih setengah dari mimpi kami (Noah) sebagai band. Masih banyak yang kami ingin lakukan, apa pun itu.
Anda pernah berada di puncak dan juga mengalami serangkaian peristiwa tak menguntungkan. Apa hikmah yang Anda petik dari rangkaian kejadian itu?
Yang dipetik cuma satu: saya belajar tentang kehidupan. Kehidupan itu memang begitu adanya. Enggak pernah statis. Dan saya menyukai hal itu. Bukan berarti saya menyukai masalah, ya. Saya menyukai proses kehidupan. Ada dingin, ada panas. Sebenarnya, kalau merasa tinggi, pasti enggak akan merasa rendah. Masalah karier naik turun, saya tidak terlalu merasakan. Saya hanya ingin membuat sesuatu yang bagus di musik. Buat saya motonya begini: Kalau lagi tinggi jangan sombong, kalau rendah jangan mengemis. Jadi, posisinya akan tetap sama.
Di repost dari Tabloidbintang.com.
Artikel asli http://www.tabloidbintang.com/articles/berita/sosok/34599-eksklusif-wawancara-ariel-noah-kalau-lagi-tinggi-jangan-sombong-kalau-rendah-jangan-mengemis
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan, yang sesuai dengan postingan dan tidak mengandung unsur pelecehan, pornographi, kekerasan dan juga spam.